Part 1.
Dalam sebuah komunitas adat di Subayang kecamatan Kampar Kiri Hulu Kabupaten Kampar Provinsi Riau, jika dilihat hanya sekilas mata kaum perempuan tidak mendapat kedudukan yang kuat di komunitas adat, namun jika diselami pranata adat yang ada, kaum perempuan ini mendapat kedudukan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka akan menjadi sebuah tonggak utama dalam pranata adat disaat kaum laki-laki tidak bisa mengambil keputusan berat bagi kenegerian komunitas, dan disaat itu peran perempuan adat yang di tuakan akan menjadi pucuk tertinggi dalam sebuah keputusan yang akan diambil dan dipakai dalam kenegerian.

Perempuan bagi sebuah komunitas adat sangat penting peranannya, disemua lini budaya dan kehidupan masyarakat adat perempuan berdiri paling depan. Ibarat sebuah kapal yang berlayar perempuan adat menjadi juru mudi dan pengatur kembang dan gulungnya layar, seorang perempuan adat di komunitas adat dinaikan seranting di dahulukan selangkah, di tuakan sepucuk. Gelar seorang perempuan adat di dalam komunitas adat di Subayang ditapuk dengan gelar Siompu atau bundo kanduang atau perempuan yang di tuakan. Suara Seorang perempuan yang dituakan ini menjadikan keputusan yang dia keluarkannya akan menjadi baku dan tidak bisa di tentang kembali oleh para laki-laki.
ketegasan seorang siompu dalam mengambil keputusan seperti datuk belang yang mengaum di rimba yang mana semua hewan akan terdiam dan menghormati keputusan yang diambil dimana keputusan tersebut sudah di timbang dan difikirkan dengan baik sebagai seorang ibu. Selain dari segi pengambilan keputusan dalam rapat adat, perempuan adat ini memiliki peran penting dalam segala perhelatan adat dan tradisi, mulai masalah turun mandi, nikah kawin hingga ke semah rantau atau semah nagoghi. Perempuan adat mengambil peran di mulai mempersiapkan segala kebutuhan perhelatan adat dan tradisi, konsumsi hingga musik lokal yang dimainkan oleh kaum perempuan adat.

Dulu dikala masyarakat adat masih melakukan berladang, kaum perempuan juga mengambil peran penting dalam tradisi menugal, bersiang, dan menuai. Namun sejak pemerintah Indonesia Menetapkan seluruh Wilayah adat di enam kenegerian menjadi kawasan lindung suaka margasatwa bukit rimbang bukit baling tradisi berladang hilang dari kehidupan masyarakat adat di Kekhalifahan Batu Songgan. Didalam tradisi berladang ini banyak mengusung tradisi dan budaya masyarakat adat, didalam tradisi yang terbuat didalam berladang banyak terselip hal-hal yang menyangkut menghormati alam dan meninggikan kekuasaan tuhan yang maha esa. Dulu kehidupan masyarakat selaras dengan alam yang berbalut budaya dan tradisi, modrnisasi mengikis banyak tradisi dan budaya dikalangan masyarakat adat di tambah dengan pelarangan berladang berpindah merupakan tradisi masyarakat yang juga menjadi sumber ekonomi dan ketahanan pangan.