Part. 2
didalam kehidupan rumah tangga kaum perempuan juga berperan penting dalam perputaran roda perekonomian dan kestabilan rumah tangga. Dalam sebuah rumah tangga komunitas adat yang telah memiliki anak, peran perempuan dalam hidupnya roda perekonomian tidak bisa di pandang sebelah mata. Gotong royong dalam menghidupkan roda perekonomian keluarga adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri, terutama bagi keluarga di komunitas adat yang tidak memiliki gaji tetap atau sebagai pegawai. kaum perempuan ikut serta dalam menghasilkan pemasukan dan hidupnya api di dapur, adapun pekerjaan yang dilakukan kaum perempuan adat seperti memotongkaret atau menakik, menganyam, mencari buah-buahan hutan, mengikuti suami mengambil petai di kebun karet atau hutan terdekat, menuba/meracun ikan dan udang di anak-anak sungai, mencari ciput atau kitang, mencari rotan, menjaring ikan, menjala ikan, dan pekerjaan lain yang dikerjakan kaum laki-laki akan dikerjakan juga oleh kaum perempuan adat kecuali bebalak.
Kekerasan, kemandirian, ketangkasan, kesigapan, kesetiaan, dan kelembutan kaum perempuan adat terhadap hidup, suami dan keluarga mereka menjadi prioritas utama. Kaum perempuan adat tidak memilih dalam mengerjakan sesuatu, asal bisa menopang dan menyanggah perekonomoan keluarga dan membantu suami dalam menggulirkan kehidupan keluarga mereka akan melakukannya dengan senang hati dan tetap tersenyum dalam kekurangan. Ruh Keluarga ituadalah seorang perempuan, jika sudah hilang maka berkecai dan berhamburanlah sebuah keluarga yang telah di tinggalkan oleh seorang perempuan.
Hidup dan kehidupan seorang perempuan adat seperti cahaya dan warna pelangi yang menghiasi langit disaat hujan dan teriknya matahari. Sosok perempuan akan mewarnai kehidupan keluarga dan sebuah komunitas adat. Tidak jarang karena keangkuhan kaum laki-laki yang merasa perkasa dan bisa melakukan semua sehingga sikap itu menyinggirkan dan mengesampingkan peran perempuan dalam sendiri beradatdan berbudaya. Tak jarang dalam mengambil keputusan penting di komunitas kaum laki-laki bersikap perkasa dan semaunya tanpa kembali melihat dan mendengarkan suara kaum perempuan adat dan kaum laki-laki modern saat ini menganggap kaum perempuan itu tidak memiliki apapun untuk bisa di dengar dan mengelurkan pendapat, namun disaat keputusan yang diambil kaum laki-laki tidak sesuai dengan keadaan makan kaum laki-laki akan melemparkan kesalahan itu kepada anak kemenakan. Sikap kaum laki-laki pucuk adat saat ini seperti mental keong yang merasa perkasa disaat mengambil keputusan namun jika terbentur mereka menciutkan diri kedalam sangkar. berbeda dengan kaum perempuan adat sekali kata terucap dan sumpah keluar maka pantang untuk bersurut kebelakang.

Di Komunitas adat Kenegerian Batu Songgan ada beberapa Perempuan adat yang di ulas dalam tulisan ini, pertama adalah almarhumah ibunda Ruwaida yang merupakan ibunda Ketua pengurus daerah AMAN KAMPAR Himyul Wahyudi, ibunda Ruwaida ini merupakan seorang pemain musik talempong yang sudah melanglang buana di kabupaten kampar, semasa beliau hidup beliau sudah banyak mendapat undangan untuk perhelatan komunitas lain bahkan perhelatan di kecamatan dan ibu kota kabupaten kampar. Talempong merupakan salah satu alat musik yang beliau mainkan baik talempong kuningan maupun talempong kayu. Disaat sudah memainkan calempong/talempong banyak kenangan masa lalu yang beliau ceritakan, kilas balik masa muda beliau seakan melemparkan kita semua kemasa itu dimana masa tradisi dan adat masih melekat kuat di tubuh masyarakat adat. Beliau di lahirkan dalam lingkungan adat yang masih kental dan alam indah yang mendukung sendi kehidupan budaya di kenegerian Batu Songgan, dimasa kecilnya beliau sudah di didik orang tua untuk menjadi seorang yang bisa terus mempertahankan budaya dan seni salah satunya adalah bermain alat musik calempong dan menganyam. Selain ahli dalam bermain calempong/talempong ibunda Ruwaida juga ahli dalam menganyam, terlebih menganyam dengan menggunakan seni tawang. Menurut beliau adat sekitar seratus lebih seni anyaman tawang, seperti tawang kaki kuciang kociak, kaki kuciang godang, itiak pulang potang dan lain sebagainya. Seni Anyaman tawang ini sudah tidak banyak yang bisa mengerjakannya, beliau berujar tidak banyak kaum perempuana dat generasi muda saat ini yang mau belajar soal menganyam dengan metode seni tawang ini, di batu songgan ini belum tentu sampai sepuluh orang yang bisa menganyam dengan seni tawang ini nak, kami yang tua ini sudah berusaha mewariskannya namun tidak ada yang serius dalam mempelajari seni tawang karena tingkat kesulitan diawal yang menjadikan generasi muda tidak mau mempelajarinya.
Dalam satu lembar anyaman tikar, ibunda…. bisa menyelesaikan satu lembar tikar dengan sudut-sudut tikar di beri motif seni anyaman tawang dikerjakan sekitar dua minggu dengan ukuran tikar sekitar 1,5 x 2,5 meter, dan biasa dihargai Rp. 100.000,- sampai dengan Rp. 150.000,-/lembar, ini bisa menambah pemasukan untuk membeli kebutuhan dapur.