Masyarakat Adat Terkungkung Didalam Kawasan Hutan “Sawit di kawasan Salah Siapa”

Sawit Di SM Rimbang Baling

Wilayah Adat Kekhalifahan Batu Songgan membentang di dua kabupaten (Kabupaten Kampar dan Kuantan Sengingi dan dua Provinsi (Riau dan Sumatera Barat) dengan luas +/- 70.000 Ha, penguasaan wilayah adat perkenegerian dengan ketua adat bernama datuk Pucuk, sedangkan penguasaan luhak berada di Datuk Khalifah.

pada tahun 2014 wilayah Luhak Kekhalifahan Batu Songgan dibebankan izin oleh pemerintah berupa penetapan Pemerintah Melalui Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 3977/Menhut-VIII/KUH/2014 tanggal 23 Mei 2014 tentang Penetapan Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit Baling Seluas 141.226,25 hektar di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. SM Bukit Rimbang Bukit Baling juga telah ditetapkan sebagai Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi (KPHK) Bukit Rimbang Bukit Baling berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor SK. 468/Menlhk/Setjen/PLA.0/6/2016 tanggal 17 Juni 2016. Suaka Margasatwa mencakup di tujuh kenegerian di DAS subayang dan tiga kenegerian di DAS Bio dan sebagian di kebupaten Kuantan sengingi.

Sawit Didalam kawasan salah siapa…?

Masyarakat adat di DAS Subayang sudah lama menunggu kepedulian pemerintah akan perbaikan ekonomi, karena sejak di tunjuk seluruh wilayah adat luhak Khalifah Batu Songgan masyarakat dipaksa berhenti melakukan sistem berladang yang sudah melekat dan di wariskan secara turun temurun oleh nenek moyang masyarakat adat di DAS Subayang. Hingga saat ini masyaraat adat di DAS Subayang khususnya di luhak Batu Songgan seluruh kebutuhan rumah tangga di datangkan dari ibu kota kecamatan, masyarakat tidak lagi swasembada pangan dan salah satu program pemerintah untuk masyarakat gagal di Subayang sejak larangan melakukan perladangan.

Dihulu Masyarakat di kekang tidak boleh berladang, Dihilir degradasi hutan alam untuk sawit sangat masif hingga tak terkendali.

Himyul Wahyudi Ketua Pengurus Daerah AMAN Kampar mengatakan Kebijakan sepihak dari pemerintah akan status hutan SM rimbang baling tanpa ada konsultasi bersama dengan masyarakat adat merupakan salah satu keputusan yang menjerumuskan masyarakatadat dalam jurang kemiskinan, Karena sebelum kebijakan pemerintah ada masyarakat adat sudah berdaulat akan pangan, dengan kebijakan dan budaya adat yang diterapkan oleh masyarakat adat segala perlindungan dan perekonomian masyarakat mencapai kesejahteraan. Saat ini perkebunan sawit di hilir DAS Subayang sangat masif dengan di tunjang harga yang tinggi membuat masyarakat di luhak Batu Songgan ingin mengadu nasib untuk menanam sawit. Dengan ditanamnya sawit di kawasan Rimbang baling merupakan perlawanan masyarakat adat terhadap kebijakan timpang oleh pemerintah dan merupakan bentuk kemarahan masyarakat terhadap kebijakan Kementrian Lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) yang sejak penunjukan wilayah adat mereka menjadi SM rimbang baling tidak ada perhatian dan itikat untuk melakukan kolaborasi menjaga dan melestarikan hutan bersama masyarakat adat ujar yudi.

Dalam pemetaan partisipatif yang dilakukan AMAN Kampar sejak tahun 2014 sampai saat ini, masyarakat adat ada zona yang diperuntukan bagi perlindungan seperti kawasan imbo gano, imbo larangan adat yang peruntukan bagi perlindungan satwa dan tanaman. Jika pemerintah melakukan dan mengadopsi tata guna lahan yang sudah ada di masyarakat adat untuk penataan blok khusu didalam kawasan konservasi secara otomatis sistem budaya tata guna lahan yang dilakukan oleh masyarakat adat dihargai Ujar Yudi.

Datuk Khalifah Batu songgan Suparmantono mengatakan Ada beberapa hal yang menyebabkan masyarakat membuat kebun sawit, pertama mereka melihat daerah lain seperti tanjung belit, pulau pencong, domo, padang sawah dan daerah-daerah  yang berada di hilir enam kenergian ini sawit yang menunjang perekonomian itu menjadi lebih baik, mereka tidak melihat besarnya cost yang dikeluarkan membuat sawit di hulu sejak penanaman hingga panen dan hingga buah sampai kegema, kedua tidak ada kepastian dari pemerintah tentang perekonomian alternatif bagi masyarakat di Kawasan hutan khususnya di Rimbang baling, untuk itu kita berharap kepemerintah untuk benar-benar memperhatikan masyarakat yang berda didalam Kawasan hutan, pemerintah bisa bekerja sama dalam pengelolaan hutan berdasarkan pola perhutanan sosial, kemitraan, hutan adat, dan pengelolaan dengan system masyarakat adat, ini merupakan Solusi yang bisa ditawarkan kepada masyarakat di Kawasan hutan saat ini.  Kami mengusulkan hutan adat kepada pemerintah melalui skema perhutanan sosial menjadi salah satu Solusi, namun usulan yang kami ajukan kepemerintahan pusat tidak mendapat respon sampai saat ini, ujar supramantono.

Sawit di Subayang merupakan harapan semua bagi masyarakat, mereka tidak mengkaji berapa keuntungan yang akan di dapat, namun mereka lebih mengutamakan dapat hasil panen lalu di bawa ke Tanjung belit dan dijual lalu mendapat uang walaupun itu tidak sesuai dengan biaya perawatan dan panen.

Penulis adalah Jurnalis Masyarakat Adat dari Subayang

Writer : Nuskan Syarif | Riau

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *