Penantian Panjang Kenegerian Malako Kociak Terjawab Sudah

Tim Verifikasi PPPMHAK Kampar melakukan verifikasi dan validasi Lapangan batas wilayah adat dengan kenegerian tetangga

Tanjung Beringin 06 Juni 2024, telah dilakukan verifikasi teknis masyarakat adat Kenegerian Malako Kociak yang dilakukan oleh tim Vertek PPPMHA (panitia pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat) Kabupaten Kampar. Dalam tim ini terdiri dari 16 orang berasal dari OPD Pemerintah daerah Kampar, KPH Kampar kiri dan KPH Kuansing, Akademisi, Ketua Pokja PS Riau dan NGO/CSO. kegiatan ini dilakukan selama dua hari,  mulai tanggal lima sampai  enam juni dua ribu dua puluh empat. “Ajismanto (datuk pucuk Kenegerian Malako Kociak) pada kesempatan ini sangat mengapresiasi proses ini dan penantian masyarakat kenegerian malako kociak selama hampir dua belas tahun ini terjawab sudah, kedatangan tim PPPMHA-Kampar ini seakan membawa semangat baru untuk berjuang dalam mendapatkan hak baik hak kelola maupun hak pengakuan masyarakat dari pemda kampar”

Proses Verifikasi Dokumen Usulan Masyarakat Adat kenegerian Malako Kociak Desa Tanjung Beringin Kbaupaten Kampar

Tim Verifikasi PPPMHA Kabupaten Kampar ini di Ketuai oleh kepala dinas pemberdayaan masyarakat dan desa yang mana pada kesempatan ini di wakilkan oleh  Ibrahim yang merupakan kabid pemberdayaan masyarakat dan Desa. Tim ini berangkat menuju Desa Gema yang merupakan Ibu Kota Kecamatan Kampar Kiri Hulu menuju Desa Tanjung Beringin dengan menggunakan pighau. Di Desa Tanjung Beringin Kenegerian Malako Kociak tim Vertek langsung mengadakan rapat dan sosialisasi tentang vertek lapangan serta meregistrasi serta verifikasi dokumen yang di usulkan oleh masyarakat adat. Proses Registrasi, verifikasi dan validasi dokumen usulan ini terus dianjutkan hingga malam hari. Berbagai dokumen di verifikasi dan validasi lalu disepakati bersama antara tim verifikasi PPPMHA bersama masyarakat adat kenegerian Malako kociak. Keesokan harinya pada 06 juni 2024 dilakukan pengecekan titik penting baik berupa batas wilayah adat, tempat-tempat penting dan fasilitas umum. Pada hari kedua ini tim dibagi menjadi dua, satu tim untuk memverifikasi dan validasi titik perbatasan wilayah adat kenegerian malako kociak dengan Kenegerian tentangga, satu tim lagi untuk memverifikasi dan validasi tempat penting dan fasilitas umum.

Setelah seluruh dokumen dan lokasi penting di verifikasi dan validasi, di tuangkan kedapan beberapa dokumen hasil verifikasi untuk menyatakan seluruh dokumen lengkap dan tidak ada permasalahan baik di  kampung maupun dengan kenegerian tetangga baik tentang tapal batas wilayah adat. Dalam proses verifikasi dan validasi masyarakat hukum adat di kenegerian Malako Kociak semua berjalan lancar sehingga dari proses ini melahirkan rekomendasi kepada Bupati Kampar untuk mengakui dan mengeluarkan surat ketetapan pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat, dan wilayah adat Kenegerian Malako Kociak. Diharapkan proses selanjutnya ini tidak begitu lama sehingga pengusulan pengakuan hutan adat untuk kenegerian malako kociak akan di hantarkan ke Kementrian lingkungan hidupan dan kehutan beserta empat kenegerian yang berada di Kekhalifahan Batu Songgan.

 

 

Perempuan adat dalam Budaya dan Tradisi Part 3

Part 3.

Kak Lina salah seorang generasi perempuan adat yang masih terus menganyam pandan.

Salah satu perempuan adat lain dari Kenegerian atu Songgan adalah kak Lina, demikian nama yang selalu kami panggil kepada beliau. beliau merupakan salah satu dari beberapa perempuana dat yang masih berekspresi dalam seni menganyam dan terus belajar membuat dan mengembangkan keahlian beliau untuk membuat pernak pernik dari bahan anyaman, beliau mau bereksperimen memadu padankan anyaman dengan berbagai motif yang modern. Kak Lina di lahirkan dalam keluarga yang kharismatik berbalut budaya dan adat serta budaya, sehingga di usia beliau saat ini bekas didikan orang tua beliau masih berbekas kental di diri kak lina.

pekerjaan hari-hari kak lina di saat hari tidak musim penghujan beliau akan menakik/menyadap karet, di selah-selah kesibukannya itu beliau terkadang masih menyempatkan diri untuk menganyam tikar, ambuang lain lain sebagainya yang dapat beliau kerjakan untuk mengisi waktu luang. Kak lina pernah mengikuti beberapa pelatihn tentang kerjajinan tangan, dalam perjalanan waktu kekurangan modal awal dan bahan baku membuat kak lina mengurungkan niat untuk memfokuskan diri dalam membuat kerajinan dan pengolahan barang bekas. Dari hasil menganyam pandan kak lina bisa mendapatkan penghasilan tambahan walau tidak rutin.

Di Kenegerian Terusan ada beberapa pelaku penganyam pandan, rotan dan bambu, namun usia mereka rata-rata sudah diatas 60 tahun. Seperti Makdang …. yang usianya sudah menginjak 70 tahun namun masih aktif menganyam tikar pandan, beliau mengalami kendala dalam mendapatkan bahan baku pandan dikarena usia beliau saat ini tidak kuat lagi untuk berjalan jauh kedalam hutan dan lokasi tanaman pandan tumbuh. Makdang Tina lahir dan tumbuh di Kenegerian terusan, beliau belajar menganyam dari orang tua dengan cara melihat ibu beliau menganyam dirumah, sesekali beliau mencoba menganyam dan melanjutkan anyaman yang dibuat ibundanya dari sini beliau mendapat pembelajaran berharga dalam mengenal jenis-jenis motif tawang dan terkadang masih beliau terapkan dalam anyaman tikar dan sumpik yang beliau buat. Di Kenegerian Terusan seni tawang ini bernama terawang dan jenisnya amat banyak hampir sama seperti di Kenegerian Batu Songgan. Makdang Tina terkadang membuat tikar berlapis, yang salah satu gunanya untuk membungkus orang meninggal disaat mau dikebumikan dan kegunaan lain sebagai kasur di masa sebelum ada kasur dahulu. Tikar ini dianyam terdiri dari dua sampai tiga lapisan sehingga saat digunakan sangat nyaman.

Kak Rowai merupakan salah satu pengrajin anayaman di kenegerian Terusan yang aktif bersama adiknya kak mimi keduanya masih aktif menganyam tikar, sumpik, ambuang dari rotan dan keranjang dari rotan. kak rowai dan mimi salah satu perempuan adat di Kenegerian terusan yang memanfaatkan waktu luang untuk tetap bekarya. Saat melakukan wawancara bersama kak Rowai dan kak mimi mereka sedang menganyam ambuang dan keranjang dari bahan baku rotan, keduanya sangat cekatan dalam menganyam dan motif anyaman juga sangat menakjubkan, mengenai bahan baku mereka berdua mengatakan untuk bahan baku pandan dan rotan di terusan masih mudah didapatkan. Keranjang, dan sumpik dulu sebelum mengenal mangkok plastik banyak di gunakan dalam perhelatan adat dan budaya untuk tempat makanan dan buah-buahan, namun sejak dunia makin maju dan mangkok plastik mudah di dapatkan semua bentuk peralatan yang terbuat dari pandan dan rotan sudah tidak dipakai lagi, sumpik baanjuang/baangkai masih dipakai untuk kegiatan mendoa seratus hari orang yang telah meninggal yang mana isinya berupa emping dan beberapa jenis beras sepeerti beras pulut, beras merah dan beras putih.

Perempuan adat dalam Budaya dan Tradisi Part 2

Part. 2

didalam kehidupan rumah tangga kaum perempuan juga berperan penting dalam perputaran roda perekonomian dan kestabilan rumah tangga. Dalam sebuah rumah tangga komunitas adat yang telah memiliki anak, peran perempuan dalam hidupnya roda perekonomian tidak bisa di pandang sebelah mata. Gotong royong dalam menghidupkan roda perekonomian keluarga adalah tanggung jawab bersama antara suami dan istri, terutama bagi keluarga di komunitas adat yang tidak memiliki gaji tetap atau sebagai pegawai. kaum perempuan ikut serta dalam menghasilkan pemasukan dan hidupnya api di dapur, adapun pekerjaan yang dilakukan kaum perempuan adat seperti memotongkaret atau menakik, menganyam, mencari buah-buahan hutan, mengikuti suami mengambil petai di kebun karet atau hutan terdekat, menuba/meracun ikan dan udang di anak-anak sungai, mencari ciput atau kitang, mencari rotan, menjaring ikan, menjala ikan, dan pekerjaan lain yang dikerjakan kaum laki-laki akan dikerjakan juga oleh kaum perempuan adat kecuali bebalak.

Kekerasan, kemandirian, ketangkasan, kesigapan, kesetiaan, dan kelembutan kaum perempuan adat terhadap hidup, suami dan keluarga mereka menjadi prioritas utama. Kaum perempuan adat tidak memilih dalam mengerjakan sesuatu, asal bisa menopang dan menyanggah perekonomoan keluarga dan membantu suami dalam menggulirkan kehidupan keluarga mereka akan melakukannya dengan senang hati dan tetap tersenyum dalam kekurangan. Ruh Keluarga ituadalah seorang perempuan, jika sudah hilang maka berkecai dan berhamburanlah sebuah keluarga yang telah di tinggalkan oleh seorang perempuan.

Hidup dan kehidupan seorang perempuan adat seperti cahaya dan warna pelangi yang menghiasi langit disaat hujan dan teriknya matahari. Sosok perempuan akan mewarnai kehidupan keluarga dan sebuah komunitas adat. Tidak jarang karena keangkuhan kaum laki-laki yang merasa perkasa dan bisa melakukan semua sehingga sikap itu menyinggirkan dan mengesampingkan peran perempuan dalam sendiri beradatdan berbudaya. Tak jarang dalam mengambil keputusan penting di komunitas kaum laki-laki bersikap perkasa dan semaunya tanpa kembali melihat dan mendengarkan suara kaum perempuan adat dan kaum laki-laki modern saat ini menganggap kaum perempuan itu tidak memiliki apapun untuk bisa di dengar dan mengelurkan pendapat, namun disaat keputusan yang diambil kaum laki-laki tidak sesuai dengan keadaan makan kaum laki-laki akan melemparkan kesalahan itu kepada anak kemenakan. Sikap kaum laki-laki pucuk adat saat ini seperti mental keong yang merasa perkasa disaat mengambil keputusan namun jika terbentur mereka menciutkan diri kedalam sangkar. berbeda dengan kaum perempuan adat sekali kata terucap dan sumpah keluar maka pantang untuk bersurut kebelakang.

Ibu Ruwaida merupakan Seorang perempuan adat yang mahir  memainkan alat musik talempong dan juga seorang Pengrajin anyaman

Di Komunitas adat Kenegerian Batu Songgan ada beberapa Perempuan adat yang di ulas dalam tulisan ini, pertama adalah almarhumah ibunda Ruwaida yang merupakan ibunda Ketua pengurus daerah AMAN KAMPAR Himyul Wahyudi, ibunda Ruwaida ini merupakan seorang pemain musik talempong yang sudah melanglang buana di kabupaten kampar, semasa beliau hidup beliau sudah banyak mendapat undangan untuk perhelatan komunitas lain bahkan perhelatan di kecamatan dan ibu kota kabupaten kampar. Talempong merupakan salah satu alat musik yang beliau mainkan baik talempong kuningan maupun talempong kayu. Disaat sudah memainkan calempong/talempong banyak kenangan masa lalu yang beliau ceritakan, kilas balik masa muda beliau seakan melemparkan kita semua kemasa itu dimana masa tradisi dan adat masih melekat kuat di tubuh masyarakat adat. Beliau di lahirkan dalam lingkungan adat yang masih kental dan alam indah yang mendukung sendi kehidupan budaya di kenegerian Batu Songgan, dimasa kecilnya beliau sudah di didik orang tua untuk menjadi seorang yang bisa terus mempertahankan budaya dan seni salah satunya adalah bermain alat musik calempong dan menganyam. Selain ahli dalam bermain calempong/talempong ibunda Ruwaida juga ahli dalam menganyam, terlebih menganyam dengan menggunakan seni tawang. Menurut beliau adat sekitar seratus lebih seni anyaman tawang, seperti tawang kaki kuciang kociak, kaki kuciang godang, itiak pulang potang dan lain sebagainya. Seni Anyaman tawang ini sudah tidak banyak yang bisa mengerjakannya, beliau berujar tidak banyak kaum perempuana dat generasi muda saat ini yang mau belajar soal menganyam dengan metode seni tawang ini, di batu songgan ini belum tentu sampai sepuluh orang yang bisa menganyam dengan seni tawang ini nak, kami yang tua ini sudah berusaha mewariskannya namun tidak ada yang serius dalam mempelajari seni tawang karena tingkat kesulitan diawal yang menjadikan generasi muda tidak mau mempelajarinya.

Dalam satu lembar anyaman tikar, ibunda…. bisa menyelesaikan satu lembar tikar dengan sudut-sudut tikar di beri motif seni anyaman tawang dikerjakan sekitar dua minggu dengan ukuran tikar sekitar 1,5 x 2,5 meter, dan biasa dihargai Rp. 100.000,- sampai dengan Rp. 150.000,-/lembar, ini bisa menambah pemasukan untuk membeli kebutuhan dapur.

Perlindungan Alam dan ekonomi Masyarakat Adat di DAS Subayang

Subayang merupakan sungai yang melintasi enam kenegerian yaitu, kenegerian Pangkalan Serai Paling ujung, kenegerian Terusan, Kenegerian Aur Kuning, Kenegerian Gajah Bertalut, Kenegerian Malako Kociak dan Kenegerian Batu Sanggan. ke enam kenegerian ini berada didalam satu kekhalifahan bernama Kekhalifahan batu Songgan.

Enam Kenegerian ini memiliki budaya dan tradisi dalam penjagaan dan perlindungan, di tiap kenegerian memiliki lubuk larangan yang diperuntukan bagi perlindungan kekayaan hayati di sungai,  di darat zona perlindungan bernama imbo gano yang dikhususkan untuk perlindungan kekayaan hayati dan flasmanutfah.

sebelum kemerdekaan masyarakat adat hidup dengan tenang dan makmur di wilayah adat mereka, kekayaan alam bisa mendukung kehidupan masyarakatnya, sistem berladang berpindah mereka lakukan dengan tetap memegang kaidah-kaidah kelestarian dan setiap pembakaran ladang maka api tidak menjalar kemana ataupun kehutan yang ditidak di tebang. setelah Indonesia masdeka dan zaman Orde baru serta Reformasi berladang sudah dilarang oleh pemerintah, sehingga sistem kehidupan perekonomian mereka runtuh dan masyarakat menjadi konsumtif dan tidak produktif. Semua kebutuhan sandang dan pangan di datangkan dari Ibukota kecamatan.

terlebih sejak Seluruh wilayah adat di enam kenegerian ditunjuk dan di jadikan kawasan lindung suaka margasatwa bukit rimbang bukit baling. perekonomian masyarakat adat di DAS Subayang bagai terjajah di Negara yang merdeka. mengandalkan kehidupan kepada karet, namun harga karet tidak pernah bersahabat, berbalak (berkayu) menjanjikan namun resiko sangat besar dan apalagi seringnya razia. Semua itu menambah terupuruknya kehidupan masyarakat yang dulu hidup makmur dan mereka.

kemiskinan masyarakat di enam kenegerian terus berlanjut, negara seakan-akan menutup mata, dana desa milyaran di salurkan namun tidak membuat masyarakat meningkat kehidupannya. Kebijakan Pengelolaan Kawasan hutan yang timpang dimana tidak memperhatikan kaidah-kaidah kehidupan masyarakat adat dan tradisi lokal. Pemaksaan peraturan kepada masyarakat adat oleh negara terus terjadi sehingga kemerdekaan pengelolaan wilayah adat yang selama ini dilakukan dengan kebijakan lokan dan berjalannya hukum adat untuk tetap menjaga kelestarian di saat pemerintah memaksakan kehendak untuk mengatur sistem pengelolaan kawasan hutan yang cacat menjadikan masyarakat adat yang sudah bermukim ratusan tahun sebelum negara ini ada. disaat masyarakat ingin hidup sejahterah Negara mengeluarkan peraturan yang tidak berpihak kepada mereka.

Sekarang sudah tahun 2023 kehidupan perekonomian masyarakat di enam kenegerian masih seperti berjalan di tempat, setiap kenegerian banyak masyarakat yang telah meninggalkan kampung halaman demi mengadu nasib kekota, walau di sana mereka menjadi buruh perkebunan sawit atau menakik karet milik orang lain. Namun itu tetap dilakukan masyarakat agar perekonomian mereka terusa berjalan dan hidup mereka terus berlanjut dan anak-anak mereka bisa mengenyam pendidikan lebih baik.

Rancangan Undang-undang perlindungan masyarakat adat tetap tidak di gubris oleh para Anggota dewan DPR/MPR yang hidup bergelimang gaji dan fasilitas mewah di senanyan, sedangkan kehidupan masayrakat adat semakin hari semakin ditekan dengan segala peraturan yang berpihak kepada pengusaha yang memiliki modal besar. Dimana negara berdiri saat ini ketidak berpihakan kepada masyarakat adat seakan makin memuncak, dan apakah negara ini akan sanggup menghadapi jika seluruh masyarakat adat bersatu untuk memperjuangkan hak mereka dan memutuskan pisah dari Indonesia, ini bisa saja terjadi jika pemerintah tidak memiliki solusi dan keberpihakan kepada masyarakat adat dalam mengelola wilayah adat mereka sendiri.